Bicara soal adopsi tentu yang ada dibenak kita menyangkut soal adopsi anak. Belum lama ini kita sempat mendengar berita persoalan adopsi. Masih ingat bukan, tentang kasus yang menimpa Angeline anak Bali. Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Samsudi mengatakan bahwa, mengadopsi anak yang tidak sesuai dengan prosedur, dampaknya bisa membahayakan fisik dan psikis, bahkan menyebabkan kematian.
Pada bagian ini, aku akan menceritakan tentang fenomena adopsi di kalangan santri. Mengapa dikatakan adopsi? Karena menurutku pola pengangkatannya hampir-hampir mirip, meskipun tidak sesuai prosedur alias ilegal. Pertama, pengangkatannya berdasarkan keridhoan yang diadopsi. Kedua, yang diangkat bukan sebagai anak. Ketiga, ikatan tidak seumur hidup. “wah kira-kira seperti apa ya” Kalau bukan sebagai anak lalu sebagai apa? Mau tau? Yuk ikuti kisahnya! Selamat membaca.
Adopsi Ala Santri
Dua tahun di pondok sudah ku lewati. Akhirnya aku sudah terbiasa dengan kehidupan pondok pesantren. Suka, duka dan gembira telah terbiasa. Sampai aku merasa kerasan tinggal di pondok, karena banyaknya kegiatan membuatku lupa akan kenikmatan tinggal di rumah. Kesederhanaan mendidik kami untuk hidup ala kadarnya. Itulah yang namanya qona’ah (merasa cukup).
Merantau membuatku banyak belajar ilmu kehidupan. Meski telah meninggalkan orang-orang terdekat di kampung halaman, aku mendapatkan pengganti dari yang aku tinggalkan, baik itu teman, sahabat, pacar “eit..eit..sssstt”. Sebagaimana wejangan Imam asy-Syafi’i,
سَافِرْ تَجِدْ عِوَضًا عَمَّنْ تُفَارِقُهُ
“Merantaulah, engkau akan mendapatkan pengganti dari orang-orang yang kautinggalkan”
Waktu demi waktu, hari demi hari, semakin lama aku semakin tau seluk beluk pondok pesantren. Mulai dari trik-trik agar tidak ketahuan bagian keamanan ketika telat pergi ke masjid, surat-menyurat antara santriwan dan santriwati, dan lain sebagainya. Termasuk adopsi-mengadopsi “haha..ngeri broo”.
Sewaktu di pondok aku mengikuti perguruan seni beladiri yang namanya tapak suci. Aku ikut kegiatan ekstra tersebut sejak duduk di bangku kelas satu. Kami berlatih setiap sore kecuali hari jum’at di waktu pagi. Setiap kali latihan aku selalu datang agak terakhir, ketika semua peserta sudah banyak yang berkumpul di lapangan terutama peserta putra. Itu karena ketika latihan digabung dengan peserta santriwati. Jadi aku dan beberapa temanku malu-malu kucing jikalau datang lebih awal.
Karena yang mengikuti kegiatan ekstra seni beladiri ini tidaklah banyak. Jadi kami saling mengenal satu sama lain, termasuk antara santriwan dan santriwati. Rasa fanatisme pun muncul, kami saling berbagi cerita, peduli sesama anggota seperguruan, saling melindungi, sampai-sampai dicerminkan dengan pembuatan jaket, kaos, dan lain-lain.
Ada momen yang sangat istimewa di kegiatan ekstra ini, yaitu ketika ujian kenaikan tingkat dilaksanakan. Ketika momen ini tiba aku sangat senang, karena ujian diadakan diluar pondok bersama dengan peserta luar tetapi masih satu perguruan. Dan tentunya berlangsung sekitar tiga harian, oleh karena itu kami izin untuk meninggalkan kelas “yahhuuuu..”.
Ketika ujian kenaikan tingkat berlangsung aku selalu diberi perhatian oleh salah satu santriwati. Dia satu tingkat diatasku, duduk di kelas tiga. Orangnya baik sekali, lemah lembut tutur katanya, wajahnya cantik, postur tubuh tinggi dan tidak gemuk. Kalau mengingatnya lagi, wajahnya seperti artis Arumi Bachsin hehe.
Dia sering menanyakan keadaanku dan sering membelikanku jajan. Dia baik sekali, bagaikan seorang kakak kepada adiknya. Hingga pada suatu ketika, dia mengajakku pergi ke warung makan, katanya si mau ditraktir “horee..makan gratis”. Ketika itu aku mengajak teman baikku, dan diapun mengajak teman baiknya. Kami kemudian berempat bertemu di warung makan yang sudah dijanjikan.
Suasana menjadi ramai, penuh canda dan tawa. Kami banyak bercerita tentang acara “jeritan malam” yaitu suatu rangkaian ujian yang diadakan di malam hari sampai bertemu subuh. Ketika suara tawa mulai habis, dia berkata,
“de kakak mau ngomong sesuatu sama ade” katanya sambil wajahnya merunduk kemudian matanya sejenak melihatku.
Aku tentu langsung mempersilahkannya, menanyakan kepadanya apa yang ingin dikatakan.
“boleh nggak kakak jadi kakak angkatnya ade?” dengan mata yang tertuju padaku, dia bertanya seperti itu.
Suasana jadi hening sesaat, keadaan jadi kaku sejenak, hanya terdengar suara penjual dan pembeli yang sedang bertransaksi. Akupun menjadi tidak sadar sejenak, yang ada dipikiranku apakah aku tidak salah dengar, ada seorang wanita cantik nan baik hati ingin menjadi kakak angkatku. Syaraf-syaraf di otakku langsung bekerja dengan keras, merespon kata-kata yang didengar kemudian memberikan kesimpulan dalam hati. Hatiku kemudian berkata, “wah rejeki nomplok nih, disaat banyak saingan yang mau jadi adik angkatnya, dia malah menawarkan untuk menjadi kakak angkatku, yoweslah sikat aee”.
Segera sadar dan aku katakan “mau banget kak”. Semua tersenyum sambil bertepuk tangan untukku, sedangkan kakakku tersenyum manis dengan wajah semringah bagai bintang di surga. Akhirnya kamipun bersiap untuk kembali ke markas, sebelum meninggalkan warung makan tersebut, kakakku berpesan,
“de jaga kesehatan ya, makan yang teratur, kalau ada apa-apa kasih tau kakak ya” pesan dia kepadaku yang menyejukkan hati, seolah aku memiliki seorang kakak sungguhan yang baik hati.
Akupun menjawab “oke” dengan penuh semangat. Segera kami pergi ke markas, dan langsung bersiap-siap untuk pulang ke pondok. Sungguh hati senang, jiwa tenang, masalah hilang, dan semangat baru datang.
Itulah fenomena adopsi ala santri, maksudnya “kakak adean”. Dari pengalaman aku mondok, adopsi ini memang marak terjadi, sampai aku dapat menyimpulkan jenis-jenis adopsi ala santri ini.
Tipe-tipe Kakak Adean
Pertama, up to down istilah santrinya kakak tembak adik. Fenomena ini banyak terjadi di pondokku ya sekitar 50% lah “hehe..padahal belum diriset” kira-kira aja ya. Fenomena ini contohnya seperti yang aku alami, yaitu ditembak adik sama kak *****. Jadi santri yang lebih tua mengadopsi santri yang muda. Kategorinya bisa pria ke wanita (misal: santriwan kelas tiga mengadopsi adik dari santriwati kelas satu/dua), wanita ke pria (misal: santriwati kelas tiga mengadopsi adik dari santriwan kelas satu/dua), pria ke pria (misal: santriwan kelas tiga mengadopsi santriwan yang masih kelas satu/dua), wanita ke wanita (misal: santriwati kelas tiga mengadopsi santriwati yang masih kelas satu/dua).
Kedua, down to up istilah santrinya adik tembak kakak. Fenomena ini menyumbang sekitar 15%. Kebalikan dari sebelumnya, jadi santri yang lebih muda meminta kepada santri yang lebih tua untuk diadopsi menjadi kakaknya. Biasanya ini terjadi di kalangan santri-santri yang alay. Fenomena ini masih menyentuh empat kategori yaitu: pria ke wanita, wanita ke pria, pria ke pria dan wanita ke wanita. Fenomena ini juga masih ada peluang ditolaknya, kadang si kakaknya pilih-pilih dulu euy.
Ketiga, black heart istilah santrinya modus. Fenomena ini cukup populer, setidaknya menyumbang sekitar 20%. Maksud dari fenomena ini adalah seorang santri yang mengadopsi baik kakak ataupun adik untuk tujuan tertentu. Misalnya: “pacaran”, dan modus lainnya. Intinya sudah keluar dari ketulusan hubungan kakak dan adik. Kategori dalam fenomena ini hanya dua yaitu: pria ke wanita dan wanita ke pria. Rata-rata yang aku perhatikan banyak modus yang mengarah ke “pacaran”. Contohnya salah satu kakak kelasku (dia kelas tiga) menjadikan santriwati kelas dua sebagai adiknya, tapi dibalik itu mereka “pacaran”.
Keempat, 2 in 1 (two in one) istilah santrinya sikat dua-duanya. Fenomena ini menyumbang sekitar 15%. Kategori dalam fenomena ini yaitu: pria ke wanita dan wanita ke pria. Maksud dari fenomena ini adalah ketika ada dua orang santri yang saling suka “pacaran”, misalnya santriwan bernama A dengan santriwati benama B saling suka dan sudah jadian “cuit…cuit”. Kemudian dari pihak A atau pihak B memiliki adik, baik itu adik kandung atau adopsi (sebut saja pihak C), maka secara tidak langsung pihak C ini memiliki dua kakak angkat sekaligus. Atau mungkin kasusnya sebelum jadian, misalnya karena pihak C ini adalah adik angkat pihak B, maka pihak A pedekate dengan pihak C dan menjadikannya sebagai adik angkatnya dengan harapan menadapatkan cinta pihak B.
Kelima, Abstract istilah santrinya hubungan yang belum jelas. Fenomena ini menyumbang sekitar 5%. Kategori dalam fenomena ini mencakup semuanya. Maksud dari fenomena ini adalah hubungan kakak dan adik yang belum secara resmi diikrarkan (maksudnya ditembak). Dikatakan abstrak karena terlihat seperti hubungan kakak adik dimata santri lain. Misalnya ada kakak santriwati baik dan perhatian kepada adik santriwan. Diantara mereka sebenarnya tidak ada hubungan apa-apa “yaa mengalir saja”, tapi dimata santri lain mereka “kakak adean”.
Itulah mungkin kisah yang aku alami seputar adopsi ala santri. Bagi yang pernah nyantri, apalagi kalau pesantrennya ada putra dan putri, pasti tau kan atau jangan-jangan pernah juga merasakannya. Silahkan share pengalamanku ini ke teman-teman kalian, siapa tau bisa buat bernostalgia.
Oiya ada catatan. Istilah pacaran di pondok pesantren mungkin hanya sekedar saling suka yang diungkapkan lewat surat-menyurat. Jadi tidak sampai pegang-pegangan tangan, jalan berduaan “wah bisa dibotak tuh, ketauan berkirim surat aja kena botak plus SP, hehe”.
…………………………………Bersambung…………………………………
Baca kisahku selanjutnya, Ketika Santri Bertasbih part IV