Sambil ngopi nulis pengalaman menarik masa lalu. Begini ceritanya, Tahun 2001 merupakan tahun yang memiliki kesan menarik dalam hidupku. Ya, tepatnya pada bulan Ramadhan 1422, pada waktu itu aku masih duduk di bangku SD kelas 4 (empat). Namanya juga masih bocah, bermain adalah hal yang aku sukai, belajar adalah hal yang aku benci, “hayoo siapa yang kayak gitu, ngaku, ngaku..”. saat bulan ramadhan tiba, itu momen yang sangat berharga. Haha.. banyak libur, banyak main, dan banyak hal yang nggak penting yang ingin dilakukan. Tapi alhamdulillah, karena orang tuaku adalah orang yang agamis, jadi ada setidaknya hal positif dan bermanfaat yang dilakukan seperti, mengaji, pesantren kilat, mengisi buku kegiatan Ramadhan, dan lain-lain. Dari semua rangkaian kegiatan Ramadhan, ada kegiatan yang paling aku sukai “mau tau…?”. kegiatan yang paling aku sukai itu,
Pertama : Bermain petasan ba’da subuh (rutin)
Kedua : Bermain pecutan dari sarung ba’da subuh dan ba’da taraweh (rutin)
Ketiga : Ngabuburit (kalau ada yang mengajak)
Keempat : Tidur (rutin)
Hahaha… dari semua kegiatan yang paling disukai, semuanya bernuansa negatif atau tidak positif “yah sama aja kalee…”. Ya begitulah aku yang dulu, namanya juga masih bocah hehe. Hingga pada suatu ketika ada hal yang membuat bulu kuduk merinding, sampai saat ini pun bila mengingatnya lagi… “ah sudahlah, jadi merinding lagi nih” tapi demi berbagi pengalamanku dengan teman-teman, ku tuliskan pengalamanku ini dalam keadaan merinding.
Pertanda Buruk
Setelah sholat subuh berjama’ah di musholah aku bergegas pulang ke rumah untuk berganti kostum. Ya, kostum bermain tentunya. Kenapa kukatakan kostum, karena pakaian yang dikenakan adalah pakaian khusus, lengkap dengan senjata utama yaitu sarung yang melingkar di pundak sebelah kiri, pakai peci jaring laba-laba, pakai celana pendek yang di saku kanan berisikan kelereng, dan saku kiri sengaja di kosongkan buat jaga-jaga jikalau dapat ghanimah “wah udah kayak perang aja nih”.
Ketika hendak keluar rumah, keadaan masih gelap, hawa dingin terasa di sekujur tubuh, kukenakan sandal jepit swallow warna hijau. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan sesosok yang ada dibawah kakiku, dan kakikupun digigit olehnya, akupun berteriak “aaaauuuu” dan berlari sambil memanggil “mama..mama..mama..” ibuku langsung keluar rumah, melihat anaknya tak berdaya sambil menangis di tengah jalan depan rumah.
“ada apa to nak?” tanya ibuku keheranan.
Aku pun langsung memberitahu ibuku bahwa ada sesuatu yang menggigit kakiku. Ibuku langsung melihat kakiku dan ternyata ada luka di kaki kananku tepatnya di pergelangan kaki. Seketika itu juga ibuku mencari tahu apa penyebabnya. Tidak lama kemudian ibuku melihat seekor ular dipojokan depan rumah. Untungnya ular itu tidak berbisa, jadi “alhamdulillah selamat” seketika itu juga ibuku mengambil rivanol dan teman-temannya untuk mengobati luka di kakiku dan akhirnya setelah itu aku pun langsung bergegas menemui teman-temanku yang sudah menunggu.
Suara Tangisan
Aku dan teman-temanku berkumpul disebuah lapangan dekat musolah, kami menyebutnya lapangan serbuk kayu, ya karena lapangan tersebut dipenuhi dengan serutan-serutan kayu. Pada waktu itu belum banyak rumah jadi sekelilingnya sawah dan gundukan-gundukan tanah merah. Ketika itu keadaan masih gelap, dikarenakan langit mendung hawa dinginpun semakin mengganas. Kami semua berjumlah sekitar 15 anak bocah, disana kami saling bercerita film favofit, pada masa itu film power ranger, dragon ball, tamiya let’s & go, digimon film-film tersebut menjadi topik hangat di subuh hari. Ketika sedang asyik bercerita, kami semua mendengar suara tangisan anak bayi, entah darimana suaranya. Kamipun saling bertanya-tanya bayi siapa itu, padahal kita semua tahu bahwa tidak ada yang memiliki bayi waktu itu. Segera aku alihkan pembicaraan, dan langsung saja kuceritakan kejadian yang baru saja kualami tentang gigitan ular di kakiku.
“wah ini petanda buruk” celetuk salah satu temanku ando.
“memangnya kenapa?” sahutku dan teman-teman penasaran.
“bisa-bisa nanti kena sial lho” jelasnya dengan penuh keyakinan.
Kami semua menghiraukannya dan segera meninggalkan tempat tersebut. Kami akan pergi ke SUMMARECON kawasan perumahan yang pada waktu itu masih petakan-petakan tanah. Kawasan tersebut sangat digemari orang-orang untuk bermain petasan selepas sholat subuh, terlebih lagi anak-anak seusia kami yang gemar bermain pecutan sarung.
Api Besar
Dalam perjalanan ke Summarecon kami menyusuri jalan yang disampingnya masih jarang sekali rumah warga, yang ada hanyalah kebun-kebun yang ditanami singkong, kangkung, tomat dan lain-lain. Sesekali kami temui bakaran sampah yang tinggal abunya, bekas warga yang membakar sampah pada waktu sore hari. Diperjalanan kami bercanda, bergurau sambil membunyikan pecutan sarung “cetarr” kira-kira seperti itu bunyinya. Sedang asyik ketawa-ketiwi, kami dikejutkan dengan suara tangisan bayi lagi.
“eh..eh.. coba diam semuanya” kata salah seorang teman kami.
Kami semua diam, langkah kaki berhenti dan dengan saksama kami mendengar tangisan itu dengan jelas dan semakin jelas dan semakin keras. Kami semua terdiam tanpa kata, bulu kuduk berdiri karena hawa dingin, ditambah rasa takut dan juga penasaran.
Tepat di sebelah kanan jalan ada bekas bakaran sampah yang masih mengeluarkan asap. Dengan tiba-tiba bekas bakaran sampah tersebut mengeluarkan api yang sangat besar, itu berlangsung sebanyak dua kali, apinya membesar kemudian padam, membesar lagi kemudian padam, seperti orang yang sedang menyalakan kompor gas lalu mematikannya. Pada saat kejadian tidak lazim itu, tidak ada suara seperti ledakan yang ada hanyalah suara kobaran api yang sangat besar. Setelah itu disusul suara tangisan bayi yang sangat jelas dan keras. Kami semua mendengar dan menyaksikan kejadian tersebut, jadi bagaimana mungkin itu adalah halusinasi.
Kabur
Sontak teman-teman berteriak “syeeetaaan” sambil komat-kamit membaca ayat kursi kami pun berlari kocar-kacir mencari tempat yang ramai. Tidak ada tempat yang ramai, karena keadaan ketika itu sudah gerimis dan hawa dingin juga semakin menyelimuti sekujur tubuh. Akhirnya kami semua memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Saat itu aku berlari sangat cepat sampai-sampai sendal jepitku putus, tapi aku tak peduli, lari dan terus berlari tanpa menoleh kebelakang sedikitpun.
Sesampainya dirumah aku langsung bergegas menuju tempat tidur, dan berkemul. Selimut yang lebar cukup untuk menutupi seluruh tubuhku. Sampai akhirnya aku bangun, sinar matahari masuk melaui celah-celah ventilasi menerpa wajahku yang masih tidak percaya akan kejadian tadi subuh.
Disinilah pengalaman horor yang pernah aku alami, sejak saat itu kami pun bercerita kepada teman-teman lainnya, ya ada yang percaya adapula yang tidak. Yang menjadi pertanyaan besarku sampai saat ini adalah, “adakah setan atau jin pada bulan Ramadhan?” Karena sering kita dengar ceramah-ceramah yang katanya pada bulan Ramadhan setan dan jin itu dibelenggu. Lalu pertanyaan selanjutnya “adakah setan atau jin itu keluar pada waktu subuh?” karena yang kami tahu berdasarkan tontonan program televisi waktu itu, setan atau jin itu keluar pada tengah malam atau seperempat malam. Lalu seandainya itu bukan ulah mereka (setan atau jin), lantas ulah siapa? Apakah ulah “Super Trap” hahaha..
Terima kasih telah menyimak kisahku, silahkan simak kisahku selanjutnya.
Terimakasih informasinya dari artikel anda, tentang waktu jin keluar saat magrib berikut artikel yang terkait tersebut di WAKTU YANG DISUKAI JIN DAN SETAN UNTUK BERKELIARAN